Renungan Selasa, 21 Februari 2017, Hari Biasa, Pekan Biasa VII
Bacaan Injil : Markus 9:30-37
Malu bertanya, sesat di jalan. Itulah yang terjadi pada murid-murid
Yesus. Walau tidak mengerti perkataan Yesus mengenai kematian dan
kebangkitan-Nya, mereka enggan bertanya (ayat 32). Akibatnya mereka
sesat. Ini tampak dari topik pembicaraan mereka kemudian, yaitu tentang
siapa yang terbesar di antara mereka.
Ironis bukan? Mereka mengira bahwa
Yesus akan menjadi raja besar. Dan orang yang terbesar dari antara para
murid, tentu akan diberi jabatan terbesar dalam kerajaan yang akan
didirikan Sang Guru. Maka Yesus mengajar mereka bahwa kebesaran dalam
kerajaan-Nya tergantung dari kesediaan orang untuk melayani orang lain.
Bahkan meski yang dilayani itu adalah seorang anak (ayat 36). Dalam
budaya Yahudi, anak tidak dianggap penting.
Pandangan Yesus berbeda dari pandangan dunia yang menganggap bahwa
kebesaran ditentukan oleh seberapa banyak orang yang melayani kita.
Dunia memang mencari kebesaran dalam bentuk kuasa, popularitas, dan
kekayaan. Ambisi dunia adalah menerima perhatian dan penghargaan. Lalu
salahkah berambisi menjadi orang besar? Bukan demikian. Yesus ingin
meluruskan pandangan bahwa kebesaran adalah menjadi orang pertama,
sementara orang lain menjadi nomor dua, tiga, dan seterusnya. Kebesaran
sejati bukan menempatkan diri di atas orang lain supaya kita dimuliakan.
Kebesaran adalah menempatkan diri kita untuk melayani dan menjadi
berkat bagi sesama. Misalnya seorang dokter. Ia dianggap besar bukan
karena ia seorang spesialis yang bekerja di rumah sakit mahal. Atau
karena ia sering menjadi pembicara di seminar-seminar kesehatan. Ia
dianggap besar bila ia juga menyediakan waktunya untuk menangani orang
miskin.
Hasrat menjadi yang terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai
murid Tuhan. Hasrat untuk dimuliakan seharusnya tidak dimiliki seorang
pengikut Yesus. Apa solusinya? Milikilah hati seorang hamba. Bersiaplah
mengutamakan orang lain dan merendahkan diri sendiri. Ingatlah bahwa
Yesus rela dianggap tak berarti dan memikul salib bagi kita.
DOA: Tuhan Yesus, Terima kasih untuk cintakasih-Mu
yang tak bersyarat sehingga aku pun dapat dicurahi dengan kebaikan dan
belaskasih-Mu. Aku sungguh ingin menyambut-Mu ke dalam hatiku. Bentuklah
hatiku agar aku dapat melayani sesamaku dengan penuh sukacita, seperti
Dikau juga memeliharaku dengan penuh sukacita ilahi. Ya Tuhan Yesus,
buatlah agar hatiku menjadi seperti hati-Mu. Buatlah daku menjadi
saluran berkat-Mu bagi sesamaku di mana saja. Amin. (Lucas Margono)
0 comments:
Post a Comment