Renungan Sabtu, 18 Maret 2016, Hari Biasa, Pekan II Prapaskah.
Bacaan Injil : Lukas 15:1-3.11-32
Dalam memberikan penghargaan kepada sesamanya, manusia cenderung
menghargai sesamanya bukan berdasarkan hakikatnya sebagai manusia yang
mempunyai harkat. Tetapi penghargaan itu seringkali berdasarkan apa yang
ia punyai, prestasi yang dicapai, dan kontribusi yang ia berikan.
Oleh
karena itu, manusia pun terjebak dalam kompetisi untuk berkarya
setinggi-tingginya sampai menjadi seorang manusia yang mempunyai
kekayaan, kedudukan, dan sekaligus menjadi dermawan.
Yesus tidak demikian. Ia tidak sekadar bercakap-cakap dengan orang
berdosa, bahkan ia makan bersama-sama dengan mereka, yang dalam tradisi
Yahudi makan bersama menunjukkan suatu hubungan yang akrab atau saling
menghargai satu dengan yang lain. Para Farisi dan ahli Taurat
mengecam-Nya sebagai Seorang yang terlalu berkompromi dalam soal
moralitas, karena bagi mereka akrab atau berdekatan dengan orang berdosa
adalah najis. Yesus menjelaskan dasar tindakan-Nya dengan tiga buah
perumpamaan sekaligus yang mempunyai tema sama. Dengan menceritakan
perumpamaan yang sedemikian, Yesus paling tidak mem-punyai dua maksud.
Pertama, Ia mengekspresikan kesungguhan dan keseriusan atas penjelasan
tentang sikap-Nya terhadap orang berdosa. Kedua, Ia rindu agar orang
Farisi, ahli Taurat, dan semua pengikut-Nya meneladani- Nya.
Ketiga perumpamaan itu mengungkapkan bahwa baik dirham (1 hari gaji
buruh), domba, dan anak bungsu, masing-masing mempunyai nilai yang tak
terhingga bagi pemiliknya. Nilai itu timbul bukan dari apa yang dapat
mereka lakukan atau jumlah mereka karena hanya satu yang hilang, namun
timbul dari hakekat mereka masing- masing. Karena itulah ketika kembali
ditemukan, meluaplah sukacita pemiliknya, sampai mengajak orang-orang
lain pun bersukacita. Nilai manusia terletak pada hakekatnya sebagai
makhluk yang telah diciptakan serupa dan segambar dengan Sang Pencipta
Yang Agung.
Seorang bapa tidak tega melihat anaknya menderita. Rasa belas kasihan
mengalahkan segala kesalahan. Perbuatan durhaka si bungsu tidak
mengantar kepada keselamatan, namun penyesalan dan tobatlah yang
mengantarnya pada hidup penuh sukacita. Maka, hiduplah dalam semangat
pertobatan di hadirat Allah.
Renungkan: Orang Kristen harus memakai perspektif Yesus ketika
bersikap kepada koleganya, karyawannya, pembantu rumah tangganya,
pengemis, dan anak jalanan, bahkan para eks narapidana sekalipun. Siapa
pun mereka, mereka adalah makhluk yang menjadi objek Kasih Allah juga.
DOA: Bapa surgawi, aku berterima kasih penuh syukur
kepada-Mu karena kasih-Mu kepadaku. Jagalah agar aku tidak akan pernah
melupakan belas kasih-Mu terhadap diriku atau kuat-kuasa-Mu untuk
membuat diriku menjadi ciptaan baru. Amin.(Lucas Margono)
0 comments:
Post a Comment