masa penuh rahmat untuk memperbaharui perjumpaan kita dengan Kristus yang hidup dalam Sabda-Nya, dalam sakramen-sakramen dan dalam diri sesama. Tuhan, yang selama 40 hari berpuasa di padang gurun telah mengalahkan tipu muslihat si Pengoda, menunjukkan kepada kita jalan yang harus kita tempuh. Semoga Roh Kudus menuntun kita kepada jalan yang benar menuju pertobatan, untuk menemukan kembali anugerah Sabda Allah, dibersihkan dari dosa yang membutakan dan melayani Kristus yang hadir lewat saudara-saudari yang berkekurangan. Saya mendorong semua umat beriman untuk mengalami pembaharuan spiritual ini dengan berpartisipasi dalam pelbagai aksi Prapaskah yang dilakukan oleh banyak organisasi gerejani di pelbagai belahan bumi untuk mengembangkan budaya perjumpaan dalam satu keluarga umat manusia kita.” Pesan Prapaskah Paus Fransiskus ini memiliki makna yang mendalam bagi kita semua terutama dalam membaharui diri kita di hadirat Tuhan.
Hari Rabu Abu yang kita rayakan setiap awal masa Prapaskah berasal
dari tradisi Yahudi kuno, teristimewa dalam hal pantang dan puasa.
Orang-orang Yahudi memiliki kebiasaan berpantang dan berpuasa pada
hari-hari tertentu dalam seminggu, yakni hari Senin dan Kamis. Hal
praktis lain yang tetap dipakai hingga saat ini adalah kita menerima abu
di dahi atau ditaburkan di atas kepala. Abu yang dioleskan pada dahi
kita dalam bentuk tanda salib atau ditaburkan di kepala terbuat dari abu
daun palma yang diterima pada hari Mingggu Palma. Abu adalah simbol
yang mengatakan bahwa Tuhan Allah menciptakan kita dari debu tanah.
Sebab itu para pelayan yang membagikan abu akan memilih untuk
mengucapkan dua kalimat ini: “Ingatlah, engkau ini abu dan akan kembali
menjadi abu.” (Kej 3:19) dan kalimat kedua adalah: “Bertobatlah dan
percayalah kepada Injil” (Mrk 1:15). Abu juga melambangkan perasaan
sedih karena perbuatan dosa dan salah yang telah memisahkan kita dari
kasih Allah di dalam diri Yesus Kristus. Sebab itu kita menerima abu
sebagai tanda pertobatan kita.
Tuhan Yesus dalam bacaan Injil yang kita dengar pada hari Rabu Abu
ini membantu kita untuk membuka mata iman kita supaya dapat melihat
Allah. Tuhan Yesus menasihati para murid-Nya supaya berhati-hati, jangan
sampai melakukan kewajiban agamanya di hadapan orang supaya dilihat
orang sebab tidak ada upah bagi mereka yang berperilaku demikian. Jadi
kebiasaan memamerkan dirinya sebagai orang beragama hendaknya dihindari.
Para murid Yesus sendiri diharapkan untuk terus bekerja bagi Allah
tanpa harus diketahui oleh orang lain. Mereka tentu akan lupa apa yang
sedang mereka lakukan bagi Tuhan Allah namun Ia akan memperhitungkan
semuanya sebagai perbuatan-perbuatan baik.
Tuhan Yesus lalu memberikan wejangan kepada para murid-Nya dengan
mengatakan tiga hal penting yang patut dilakukan sepanjang waktu di
dalam Gereja yakni memberi sedekah, berdoa dan berpuasa. Mengapa ketiga
hal ini penting untuk kita lakukan sepanjang masa Prapaskah atau masa
Retret Agung ini?
Pertama, Memberi sedekah. Memberi sedekah merupakan tindakan
konkret yang dapat kita lakukan dalam hidup kita karena kita merasa
bahwa sesama adalah bagian dari hidup kita. Kita memiliki sikap empati,
berbelas rasa dengan sesama yang sangat membutuhkan. Ini adalah ungkapan
kasih kita kepada sesama yang juga menyatu dengan kasih kepada Tuhan.
Sikap batin semacam ini tentu berlawanan dengan sikap munafik orang
tertentu yang memberi sambil menghitung berapa yang sudah diberikan
kepada sesamanya. Kita semua selalu mengalami ujian kemurahan hati.
Kedua, Berdoa. Berdoa merupakan pusat dari karya belas kasih dan
puasa. Tuhan Yesus menghendaki agar para murid-Nya dan kita yang membaca
Injil saat ini berdoa dengan tulus hati dan penuh iman kepada Tuhan.
Kita semua diingatkan tentang berdoa secara pribadi dan komunitas,
dengan mana doa itu benar-benar menyatukan kita dengan Tuhan dan sesama.
Doa merupakan kesempatan untuk mengangkat hati dan pikiran kita hanya
tertuju kepada Tuhan saja.
Ketiga, Berpuasa. Orang-orang Yahudi memiliki kebiasaan untuk
berpuasa pada hari Senin dan Kamis dalam pekan. Orang-orang Kristen
generasi pertama berpuasa dan pantang pada setiap hari Rabu dan Jumat
(Didache 8.1). Yesus menghendaki agar orang jangan bersifat munafik
ketika melakukan puasa tertentu. Puasa yang sifatnya batiniah sebab Bapa
di surga selalu melihat yang tersembunyi di dalam hati kita dan
membalasnya setimpal. Puasa batiniah berarti kita belajar untuk puasa
berbuat dosa dan salah, puasa untuk mengulangi dosa dan salah yang sama.
Ketiga hal yang disampaikan Yesus yakni perbuatan kasih dengan
memberi sedekah, berdoa dan berpuasa ini akan menjadi sempurna kalau
kita semua berpegang teguh pada Sabda Tuhan. Paus Fransiskus menulis
dalam pesan prapaskahnya: “Dasar segalanya adalah Sabda Allah, yang
dalam masa ini kita semua diundang untuk mendengarkan dan merenungkan
secara lebih mendalam.” Semoga dalam masa prapaskah ini kita semakin
akrab dan bersahabat dengan Sabda Tuhan, dengan mendengar, membaca,
merenungkan dan melakukan sabda di dalam hidup kita.
Dengan melakukan perbuatan amal kasih, berdoa dan berpuasa, kita
juga menjalani sebuah ujian tentang kemurahan hati. Apakah kita
benar-benar murah hati seperti Bapa di Surga? Apakah dalam masa
prapaskah ini kita bermurah hati dalam karya amal kasih kepada sesama,
dalam meningkatkan kualitas doa kita sehingga doa benar-benar tulus dan
penuh iman dan berpuasa dengan segenap hati dan budi kita? Mari kita
tunjukkan dalam hidup kita yang nyata.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami akan memulai masa prapaskah
dengan menerima abu. Kami menyadari bahwa kami berasal dari debu dan
akan kembali menjadi debu. Semoga sebelum kembali menjadi debu, kami
dapat melakukan perbuatan amal kasih, berdoa dan berpuasa yang
mendekatkan kami dengan Dikau dan sesama kami. Amen.
sumber : http://dailyfreshjuice.net/
sumber : http://dailyfreshjuice.net/
0 comments:
Post a Comment